VIRAL!
Sepertinya menjadi sesuatu yang membanggakan bagi orang masa kini. Sayangnya, tujuannya hanya viral sehingga bisa terkenal, tanpa tahu apakah hal itu positif atau negatif. Sudah banyak contohnya, seperti komentar julid kepada seorang anak artis lalu berujung ke pelaporan di pihak berwajib.
Sepertinya menjadi sesuatu yang membanggakan bagi orang masa kini. Sayangnya, tujuannya hanya viral sehingga bisa terkenal, tanpa tahu apakah hal itu positif atau negatif. Sudah banyak contohnya, seperti komentar julid kepada seorang anak artis lalu berujung ke pelaporan di pihak berwajib.
Belum
lagi mom war, baik di dunia nyata atau maya, seperti melahirkan normal versus
operasi SC, memberikan ASI eksklusif versus susu formula, ranking anak di
sekolah, masak sendiri untuk keluarga versus beli online. Sayangnya, justru hal
tersebut juga dilakukan oleh perempuan.
Sedihnya
ketika mengetahui kalau masih banyak perempuan yang saling menjatuhkan, bukan
sebaliknya yang harusnya saling menguatkan. Ini sesama perempuan, lho.
ALASAN PEREMPUAN JULID
1. Perempuan butuh mengeluarkan 20 ribu kata setiap harinya
“Nyatanya sebuah studi mengungkap bahwa wanita sanggup menelurkan 20.000 kata setiap harinya.”Memang pada dasarnya, perempuan butuh mengeluarkan 20 ribu kata tersebut setiap harinya, baik berbicara mengenai hal penting hingga yang receh sekalipun. Namun, perempuan juga bisa memilih kok, bagaimana ia mengeluarkan kata-kata tersebut, apakah hal yang positif atau justru kata negatif?
2. Semua orang butuh perhatian
“Salah satu kebutuhan dasar menurut Abraham Maslow, adalah kebutuhan cinta dan rasa memiliki (love and belonging needs). Manusia ingin mendapatkan perhatian dari orang lain dan ingin diterima oleh semua pihak.”Ketika perempuan belum mendapatkan perhatian di dunia nyata, maka mereka akan mencari di dunia maya. Menurut mereka, untuk mendapatkan perhatian justru dengan berkomentar julid, dari pada hal positif. Meski ini tidak dibenarkan juga.
3. Merasa insecure
Ketika perempuan merasa tidak nyaman atau insecure, maka mencari “teman” agar tidak merasa insecure sendirian. Contohnya, ketika merasa tidak cantik karena berkulit gelap, maka ia berkomentar julid kepada artis yang kulitnya gelap juga. Harapannya, artis tersebut merasakan hal yang sama dengannya. Padahal bukan begitu mengatasi rasa insecure kan?4. Belum punya aktivitas positif
Saya katakan belum punya, bukan tidak punya ya. Biasanya, perempuan yang memiliki waktu luang lalu bingung akan mengisinya dengan apa, tidak jarang memilih mengakses media sosial lalu berkomentar seenaknya saja. Berbeda ketika perempuan memiliki kegiatan positif maka tidak punya waktu mengurus kehidupan orang lain, termasuk berkomentar julid tersebut.5. Faktor lingkungan
Bisa jadi, orang-orang di sekitarnya memang sering melakukan hal tersebut. Akhirnya, menganggap kalau julid itu hal biasa.SAYA PERNAH JULID, LALU…
Sebagai ibu dan perempuan, jujur saja, saya pernah julid. Namun, saya merasa beruntung karena bisa cepat bertemu dengan para perempuan positif. Salah satunya adalah bergabung di komunitas perempuan dan komunitas penulis, komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis (IIDN) kemudian juga masuk ke IIDN Semarang.1. Teman IIDN yang setia mendengarkan
Saya berhenti bekerja dan pindah ke kota Semarang untuk mengikuti suami. Di kota yang popular punya oleh-oleh lumpia ini, saya merasa kesepian karena tidak ada teman dan tidak punya saudara. Hanya suami yang saya kenal saat itu.Akhirnya bertemu dengan IIDN pada tahun 2011 lalu saya baru tahu kalau bisa meluapkan 20 ribu kata lewat tulisan, ngeblog, hingga chatting. Jadi, meski sebagai IRT yang banyak di dalam rumah, saya bisa mengobrol dengan sesama perempuan lewat grup IIDN Semarang ini. Tidak hanya curhat dunia penulisan, terkadang seputar anak hingga hiburan.
Foto saya kopdar pertama kali dengan IIDN Semarang tahun 2011, yang disambut
sangat hangat.
2. Teman IIDN yang saling perhatian
Saya merasa di Semarang tidak hanya punya teman, tapi “keluarga” setelah bertemu dengan komunitas IIDN Semarang. Tidak hanya itu, saya merasa dapat bonus diwawancarai oleh beberapa media TV dan cetak, baik lokal hingga nasional. Tentu saja mewakili sebagai anggota IIDN Semarang. Saya yang dulunya merasa sebagai ibu rumah tangga biasa, akhirnya bangga menjadi IRT yang suka menulis.Foto IIDN Semarang di beberapa media
3. Teman IIDN mengubah rasa insecure menjadi percaya diri
Di komunitas IIDN, banyak informasi peluang menulis. Dari lomba menulis, mengirimkan naskah ke media, hingga naskahnya diterima oleh penerbit.Semua naskah saya ditolak dan kalah lomba! Saya sempat merasa insecure karena tidak berbakat menulis. Lalu di IIDN pula saya mendengar kalau “menulis bukan bakat, tapi proses”. Akhirnya saya memutuskan untuk terus belajar dan menulis. Tahun 2012 adalah awal naskah saya mulai diterima, dari media kecil yang dibayar 50 ribu per artikel, lalu media nasional, hingga bisa menerbitkan buku solo.
4. Mengubah lingkungan dari diri sendiri
Komentar julid itu pasti akan selalu ada di sekitar, tapi setidaknya berhenti di saya sekarang juga. Saya berusaha tidak ikut-ikutan julid, meski masih belajar sampai sekarang. Untuk mengubah kebiasaan julid, maka dekati orang-orang yang positif. Salah satunya dengan aktif di komunitas perempuan dan komunitas penulis IIDN. Saya bisa mengisi waktu dengan membaca ilmu di grup FB, hingga mengikuti kopdar.5. Membuat waktu diisi dengan hal positif
Tahun 2012, tulisan dan nama saya mulai muncul di media cetak untuk pertama kalinya. Saya menjadi ketagihan menulis! Ketika ada teman IIDN yang mengabarkan baru menerbitkan buku solo, saya tidak boleh merasa insecure, justru harus sebaliknya, saya harus termotivasi ingin mengikuti jejaknya.TANYAKAN INI SEBELUM POSTING
Setelah mengenal IIDN, saya belajar untuk mengisi waktu dengan hal positif hingga menulis hal positif saja pula. Ada banyak media untuk menulis, seperti status Facebook, caption Instagram, blog, dan masih banyak lagi.Maka,
cara jitu untuk menghindari julid adalah:
TERIMA
KASIH IIDN, saya sangat merasa beruntung bisa cepat berkenalan dengan komunitas
menulis untuk perempuan ini. Saya bisa mengisi waktu dengan produktif menulis,
entah menulis untuk meluapkan 20 ribu kata per hari, hingga menulis yang bisa
mendatangkan penghasilan.
IIDN
bukan hanya komunitas perempuan dan komunitas penulis, tapi sudah menjadi
bagian hidup saya berproses,
Dari yang tidak punya teman, menjadi seperti punya “keluarga”.
Dari yang tidak pede karena IRT biasa, menjadi IRT yang produktif menulis.
Dan
Dari perempuan yang masih suka menjatuhkan, pelan-pelan belajar menjadi perempuan yang saling menguatkan.
1. Tanyakan apakah isinya tidak menjelekkan orang atau pihak lain?
Jika ingin mengkritik, tetap gunakan kata-kata yang santun. Misalnya, hindari ada kalimat umpatan.2. Apa manfaatnya saya posting hal tersebut?
Apakah orang yang membaca bisa mendapatkan hal positif dari tulisan saya? Misalnya, saya menulis konten kegiatan bermain dengan balita di rumah, tentu bermanfaat bagi teman. Bahkan hanya posting hal lucu juga memberi manfaat karena menghibur teman, kan?3. Apakah saya sedang marah atau sedih?
Jika ya, maka simpan dulu ponselnya. Ketika perasaan saya marah atau sedih, saya usahakan menghindari memegang ponsel dahulu, karena takut tidak bisa mengendalikan jari-jari.Dari yang tidak punya teman, menjadi seperti punya “keluarga”.
Dari yang tidak pede karena IRT biasa, menjadi IRT yang produktif menulis.
Dan
Dari perempuan yang masih suka menjatuhkan, pelan-pelan belajar menjadi perempuan yang saling menguatkan.
1. health.detik.com (2013, 28 Febuari), Ini Alasan Mengapa Wanita Lebih Banyak Bicara Daripada Pria, diakses pada 6 Juni 2022, dari https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-2177688/ini-alasan-mengapa-wanita-lebih-banyak-bicara-daripada-pria
2. dosenekonomi.com, 5 Teori Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Para Ahli, diakses pada 6 Juni 2022, dari https://dosenekonomi.com/ilmu-ekonomi/sda/kebutuhan-dasar-manusia
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteKeren nih IIDN. Vibenya selalu positif karena bisa melihat kondisi apa pun dari sisi baiknya, ya
ReplyDeleteTulisan sangat inspiratif untuk penulis pemula seperti saya. Salut untuk IIDN yang selalu mendorong membernya untuk maju dan terus menulis. Programnya juga sangat menarik.
ReplyDeleteBerasa hangat sekali membaca tulisan ini. IIDN adalah komunitas literasi pertama yang kuikuti. Lupa euy ga ikutan event ini, padahal kisah di balik gabungnya aku ke IIDN lumayan juga ya kalau ditulis. Dari yang tidak pernah menulis sama sekali jadi ketagihan untuk menulis sampai sekarang. :))
ReplyDeleteSetuju banget dong sebagai kaum perempuan harus menguatkan perempuan yang lainnya juga. Kayaknya setiap orang pernah julid ya, Mbak. Walaupun kadang cuma di dalam hati aja 😂😂😂
ReplyDeleteGabung di IIDN tuh jadi semangat untuk menulis ya, Mbak.
Ah..menjadi bagian dr IIDN adalah salah satu hal yg kusyukuri, menemukan sahabat2 keren yg menginspirasi, menggali potensi dari sekedar hobby.. alhamdulillah banget!!
ReplyDeleteAsik banget yah ada teman yang bisa diajakin jadi pelampiasan 20ribu kata, tapi yang positif, malah berkarya bareng hahaha. Emang circle itu pengaruh banget sih. Sukses selalu yah komunitas IIDN.
ReplyDeletedengan berkomunitas ja tidak merasa sendiri ya mbak, dapat kenalan banyak orang dan wawasan biidznillah semakin meluas ya mbak.
ReplyDeleteBersama IIDN aku memulai langkah menjadi penulis untuk media, antologi, dan menjajal buku solo. Sayangnya sampai sekarang belum bisa terbit. Tapi gak apa, bersama IIDN aku bertumbuh dan memiliki banyak teman yang melebihi saudara.
ReplyDeleteMasyaAllah banyak yang bisa dipetik dalam berkomunitas bareng iidn ya. MbA Wuri. Aku juga dulu pas di Hongkong gabung ama Iidn luar negeri awalnya. Jadi banyak belajar menulis bahkan menerbitkan karya bareng.
ReplyDeleteEh eh eh ada aku di fotonya, hehe. Ternyata dah lama banget ya meet up sama mbak Wid itu. Kapan ya bisa meet up lagi.
ReplyDeleteIIDN nih komunitas pertama yang kukenal di dunia literasi. Dari yang nerbitin antologi, jadi content writer sampai blogging.. IIDN memberikan kesempatan seluas itu buatku. Thanks a lot IIDN.