Belajar Menulis dari Rasa Galau

Di postinganku sebelumnya, sudah diinfo kalau dari kegiatan menulis itu banyak profesi yang bisa dipilih. Antara lain penulis novel, blogger, script writer, content writer, copy writer, dan masih banyak lagi, sampai penulis utang, eh yang terakhir dicoret yak.

Baca artikelnya di sini

Meski begitu, ada yang menjadikan kegitan menulis bukan profesi, seperti menulis bisa sekalian buat curhat. Boleh bangeeeed. Ibaratnya, nulis sambil curhat gitu. Pada suka kayak gitu, kan? Entah di buku diary (duh, ketahuan jadulnya) atau di status FB, stories, tiktok, dll.

Tapiii, gimana mengeluarkan perasaan (baik sedih, marah, senang, dll) dengan cara yang positif.
Kenapa harus mengarahkan ke hal positif?
Karena kalau tidak, maka bisa merugikan kamu sendiri, atau pihak lain.
Misalnya, kamu curhat di FB kalau Si Bos itu gini-gitu, eh, akhirnya kena PHK.
=> ini merugikan kamu sendiri, dan merugikan perusahaan karena nama bisnisnya ikut tercoreng.

Lalu gimana biar ke arah positif?

Satu, mengubah pengalaman pahit jadi cerita lucu

Contoh, sebelum menikah, pekerjaanku adalah reporter jadi punya pengalaman dimarahin narasumber, dicuekin artis, dll. Saat itu bete sih, tapi setelah menikah dan fokus menjadi penulis, baru menulis pengalaman pahit itu tapi dikemas dalam cerita lucu. Akhirnya terbit buku Cenat-Cenut Reporter pada tahun 2013 lalu #eaaa promosi buku. Yang baca juga nggak tahu siapa artisnya, narasumbernya, tapi aku lega bisa “melepaskan” pengalaman yang bikin kesal itu. Apalagi bonus royalti, hihihi.



Dua, mengubah pengalaman sedih jadi cerita inspiratif

Pasti punya pengalaman sedih kan?
Coba kenali apa hikmah dari dari kejadian itu?
Lalu tulislah cerita sedih itu (tapi usahakan tidak terlalu detail, seperti siapa yang bikin sedih, lokasi di mana, dll), lalu hikmahnya apa?

Contoh:
Menulis pengalaman pribadi mengalami kondisi tidak percaya diri hingga sekarang bisa “bangkit” (bukan bangkit dari k*b*r yak, #horor). Lalu pembaca suka karena dapat pelajaran hidup setelah membaca tulisan tersebut.


Tiga, mengeluarkan amarah lalu hapus
Salah satu cara marah ya menulislah.
Misal, kamu kesal kepada siapa, kenapa, lalu seharusnya di gimana, dst.
Jika merasa puas, hapus saja atau buang tulisannya.
Kalau menulis di kertas, sebaiknya disobek-sobek sampai kecil banget. Takut ada yang baca sih kalau dibuang tanpa disobek. Proses menyobek kertas juga bisa meluapkan emosi, dari pada lempar-banting HP kan rugi karena rusak terus bikin kantong jebol pula? #malah tambah emosi jadinya.


Jadi, menulis bisa menjadi sarana mengobati hati yang terluka. 
Jadi, menulis bisa menjadi sarana mengubahnya menjadi hal positif, karena kamu pasti menulis dari hati.
Jadi, sekian dulu aja yak, hihihi.