Mungkin pembaca blog-ku masih ingat, duh pede banget deh, hehehe. Ya sudah, tak ceritain lagi, ya. Jadi, setelah berstatus nyonya, aku resign dari pekerjaan reporter di ibu kota lalu jadi ibu rumah tangga di Semarang ini. Di rumah aja kan bete, jadilah menulis karena hobi. Lalu pernah menang lomba menulis dengan hadiah jalan-jalan ke Belitung gratis plus bisa konsultasi 3 hari 2 malam sama penulis hits, Mbak Ollie. Kebetulan, sebelum resign, aku pernah wawancara Mbak Ollie jadi dia tahu profesiku dulu apa. Dan, aku masih inget banget di bandara itu Mbak Ollie bilang, “ Kamu kan pernah jadi reporter, punya channel banyak, jadi penulis profil aja.”
Dan, saat itu aku setuju banget, tapi merasa nggak bisa, karena semua mantan narasumber itu mayoritas tersebar di Indonesia, hehehe. Nggak mungkin aku sering pergi-pergi juga *uang belanja dari suami bisa di-stop, hahaha. Terus, hanya 1 mantan narasumber yang ada di Semarang dan itu juga jadi suamiku, hihihi.
Sempat lupa dengan kalimat Mbak Ollie, lalu ada “angin segar” yaitu jadi reporter buat media online kantor. Jadi, aku wawancara emak-emak pebisnis terus tulisannya muncul di website kantor. Ah, rasanya kangen jadi reporter yang suka kepoin hidup orang lain, ups, tapi tetep yang positif kok. Terus lanjut jadi reporter buat buku 99 EMAK PEBISNIS, lalu jadi reporter dan penulis di buku 99 BISNIS RESELLER. Yang terbaru, jadi reporter di buku JURUS JITU JUAL BAJU ini (penulisnya adalah Teh Indari Mastuti).
Baca: Buku 99 EMAK PEBISNIS
Baca: 99 BISNIS RESELLER
Tantangannya apa saja sih selama wawancara narasumber untuk buku ini?
Yang pertama, wawancara sambil momong Anak Lanang, hahaha.
Apalagi wawancaranya via wa, jadi ya jempol ikutan keriting. Terkadang pas lagi serius chatting dengan salah satu narasumber, eh, Anak Lanang minta ini itu, kan jadi nggak fokus dan bisa jadi jawab chatnya salah, hiks.
Yang kedua, merapikan hasil wawancara.
Hasil wawancara juga harus diolah lagi. Mana yang menarik untuk masuk ke dalam naskah, dan mana yang tidak perlu sehingga dihapus. Tapi tetap mayoritas jawabannya masuk ke naskah, kok #BiarNarasumberHepi hehehe.
Yang ketiga, prosesnya lama.
Tahu nggak kapan aku wawancara mereka?
Bulan puasa tahun 2017. Tapi, bukunya baru terbit Maret 2019. Padahal, masih ada hasil wawancara lain yang menanti masuk buku. Lebih panjang kereta api, atau menulis buku, hayooo?
Terus ada yang tanya, kenapa sih harus punya buku ini?
1. Bisa melihat pebisnis fashion lainnya itu bukan penghalang rezeki, tapi justru bisa melakukan kolaborasi agar bisa sama-sama melesat.
2. Sama seperti emak pebisnis lainnya, ya rempong karena berbisnis dari rumah, tapi mereka punya kunci bisa menyeimbangkan semuanya.
3. Dapat tips praktis seputar berbisnis fashion, apalagi dari pelaku langsung yang tahu kondisi di lapangan, jadi nggak pakai teori deh.
Nah, jadikah buku sebagai salah satu sumber ilmu, ya. Apalagi buku bisa dipelajari kapan saja.
Malam hari pas anak bobok?
Juga bisa.
Dari pada gosip pas nunggu anak sekolah mending baca buku juga oke.
Ya, kan? #DuhTumBenTulisankuKayakOrangBenerAjah.
Dan, saat itu aku setuju banget, tapi merasa nggak bisa, karena semua mantan narasumber itu mayoritas tersebar di Indonesia, hehehe. Nggak mungkin aku sering pergi-pergi juga *uang belanja dari suami bisa di-stop, hahaha. Terus, hanya 1 mantan narasumber yang ada di Semarang dan itu juga jadi suamiku, hihihi.
Sempat lupa dengan kalimat Mbak Ollie, lalu ada “angin segar” yaitu jadi reporter buat media online kantor. Jadi, aku wawancara emak-emak pebisnis terus tulisannya muncul di website kantor. Ah, rasanya kangen jadi reporter yang suka kepoin hidup orang lain, ups, tapi tetep yang positif kok. Terus lanjut jadi reporter buat buku 99 EMAK PEBISNIS, lalu jadi reporter dan penulis di buku 99 BISNIS RESELLER. Yang terbaru, jadi reporter di buku JURUS JITU JUAL BAJU ini (penulisnya adalah Teh Indari Mastuti).
Baca: Buku 99 EMAK PEBISNIS
Baca: 99 BISNIS RESELLER
Tantangannya apa saja sih selama wawancara narasumber untuk buku ini?
Yang pertama, wawancara sambil momong Anak Lanang, hahaha.
Apalagi wawancaranya via wa, jadi ya jempol ikutan keriting. Terkadang pas lagi serius chatting dengan salah satu narasumber, eh, Anak Lanang minta ini itu, kan jadi nggak fokus dan bisa jadi jawab chatnya salah, hiks.
Yang kedua, merapikan hasil wawancara.
Hasil wawancara juga harus diolah lagi. Mana yang menarik untuk masuk ke dalam naskah, dan mana yang tidak perlu sehingga dihapus. Tapi tetap mayoritas jawabannya masuk ke naskah, kok #BiarNarasumberHepi hehehe.
Yang ketiga, prosesnya lama.
Tahu nggak kapan aku wawancara mereka?
Bulan puasa tahun 2017. Tapi, bukunya baru terbit Maret 2019. Padahal, masih ada hasil wawancara lain yang menanti masuk buku. Lebih panjang kereta api, atau menulis buku, hayooo?
Terus ada yang tanya, kenapa sih harus punya buku ini?
1. Bisa melihat pebisnis fashion lainnya itu bukan penghalang rezeki, tapi justru bisa melakukan kolaborasi agar bisa sama-sama melesat.
2. Sama seperti emak pebisnis lainnya, ya rempong karena berbisnis dari rumah, tapi mereka punya kunci bisa menyeimbangkan semuanya.
3. Dapat tips praktis seputar berbisnis fashion, apalagi dari pelaku langsung yang tahu kondisi di lapangan, jadi nggak pakai teori deh.
Nah, jadikah buku sebagai salah satu sumber ilmu, ya. Apalagi buku bisa dipelajari kapan saja.
Malam hari pas anak bobok?
Juga bisa.
Dari pada gosip pas nunggu anak sekolah mending baca buku juga oke.
Ya, kan? #DuhTumBenTulisankuKayakOrangBenerAjah.