Belajar Menjadi Reporter 5: 3 Macam Narasumber yang Bikin Cenat-cenut

Akhirnya seri “Belajar Menjadi Reporter” datang lagi. Kalau sebelumnya aku lebih banyak nulis pengalaman kecut sebagai reporter audio visual, sekarang mau curhat ah seputar suka eh duka aja deh, jadi reporter media online. Jadi, meski wawancaranya kebanyakan lewat chat WA atau WA call, tanpa pernah ketemu langsung, ternyata tetap harus berhadapan dengan berbagai karakter narasumber yang ajaib. Dari yang baiiiiik banget sampe jawab 10 pertanyaan wawancara seperti kasih naskah novel 100 halaman *tempelin koyo di jari, hingga yang bikin cenat-cenut seperti ini:

Baca: Belajar Menjadi Reporter 1-4



Satu, narasumber plin plan.
Biasanya isi chat-nya itu seperti ini:

Aku (A): Selamat pagi, Mbak N. Saya Wuri dari bla bla bla, mau wawancara Mbak sebagai pebisnis bla bla bla, nanti hasil wawancara publish di media online bla bla bla ... Apakah Mbak bersedia jika saya wawancarai?
Narasumber (N): Maaf saya belum pantas diwawancarai.
A: (sudah biasa kalo wawancaranya ditolak jadi selow aja) Baik, Mbak. Terima kasih responnya, ya. Feel free WA saya jika kapan-kapan sudah bisa saya wawancarai.

Cuma di-read aja. Masih tetep selow. Eh, mendadak narasumber chat lagi.

N: Tapi boleh, deh, Mbak.
A: (Errr *pengen cakar layar HP)

 Akhirnya aku kirim daftar pertanyaannya. Tapiii, sampai postingan ini dipublish juga belum kasih jawaban wawancara. Kayaknya mau nunggu sampai jempol-netijen-nggak-julid juga nggak bakal dijawab *tarik napas panjaaang.

Solusi menghadapi narasumber kayak gini itu => anggap aja mungkin HP-nya nggak sengaja kejebur di got, jadi HP-nya dipake sama tikus yang nggak ngerti cara pake WA.

Dua, narasumber perfectionist.
Biasanya, setelah kasih jawaban wawancara, narasumber yang tergolong perfectionist ini selalu pesan, “Mbak, sebelum dipublish, saya mau baca dulu, ya.” Oke, nggak apa-apa, kok. Tapi yang jadi apa-apa itu, kalau:

A: Mbak, ini naskahnya, ya. Feel free jika ada revisi.

Krik ... krik ... krik ...
Seminggu kemudian,

A: Mbak, ada revisi kah? Soalnya jadwalnya publish besok.

Zzz ... zzz ... zzz .... (*serasa chat sama dinding nggak ada jawaban lagi).

Besoknya,

A: Mbak, ini link profilnya sudah publish, ya. Terima kasih bla bla bla ....

Ting! Tanda chat WA masuk.

N: Mbak, itu tolong diganti yang bagian .... Terus yang paragraf dua itu ... Ada juga yang bla bla bla ... Mbak diganti sekarang juga ya. Soalnya penting banget.

Sekalinya tuh narasumber chatting, isinya panjaaanng banget kayak ular lagi pada latihan baris-berbaris.

Solusi menghadapi narasumber kayak gini itu => beli HP yang murah aja, kalau mendadak bete ketemu narasumber gini dan nggak sengaja lempar HP sampe rusak, ya nggak makin nyesek.

Tiga, narasumber yang kasih jawaban superpendek.
Ini yang paling sering, hahaha, tapi nggak apa-apa sih. Cuma pernah ada yang kejadian seperti ini:

A: Mbak, ini link profilnya sudah publish, ya. Terima kasih bla bla bla ....
N: Terima kasih, Mbak. Tapi kok tulisannya pendek banget, ya?

Lha, situ kasih jawaban pendek, masak aku suruh kembangin kayak novel. Terus, memangnya tulisan situ bisa direndam minyak tanah dan melar sendiri gitu?!

Solusi menghadapi narasumber kayak gini itu => percayalah, lebih sakit chat ke suami panjang lebar dan hanya dibalas, "Ya," aja, dari pada menghadapi narasumber kayak gini #curcol.

Namanya juga kerja, ya, pasti ada suka dukanya #SokBijak. Yang penting, lakukan kerja dengan hepi. Sebenarnya narasumber yang bikin kepala spaneng seperti di atas itu cuma dikit, jauh lebih banyak yang kooperatif. Cuma, meski sedikit, ya rasanya kayak disengat tawon, disengatnya sih sebentar tapi sakitnya berhari-hari, hahaha.