Hai-hai,
Sebelumnya, kenalan lagi, ah …
Kalo kamu tahunya aku ini “Mom Copywriter”, seperti nama blog ini, ternyata, aku sebenarnya juga reporter, lho. Sebelumnya, pernah bekerja sebagai reporter di rumah produksi di Jakarta. Tugasku liputan terus hasilnya nongol di tv nasional. Eee … yang nongol nama lengkapku aja sih, kalo wajah nyaris nggak pernah, hiks, maklum, wajahku kurang tivi-able. Nggak percaya? Ini bukti fotonya, hohoho.
Ternyata, banyak suka duka selama jadi reporter televisi. Kalo dukanya sih, sudah kutulis di buku Cenat-Cenut Reporter yang sudah terbit tahun 2013 lalu. Ada beberapa yang belum sempat ditulis, dan rencananya akan aku tulis di blog ini. Terus, sejak akhir 2015 juga didapuk jadi reporter media online di emakpintar.org (dulunya emakpintar.com terus ganti emakpintar.asia terus ganti .org ya). Alhamdulillah, masih jadi reporter online hingga sekarang.
Lalu, muncullah ide … Eit, sebenarnya ide ini sudah ada sejak 2-3 taon yang lalu, tapi maju-mundur karena aku bukan reporter media audio visual lagi. Tapi setelah jadi reporter media online, lalu ternyata, keseruannya sama aja pas menghadapi berbagai karakter narasumber. Mulai dari yang superbaik sampai yang bikin gemes pengen lempar-lempar HP #HorangKayah. Terus, setelah ngobrol sama pak reporter (baca: suami, hohoho), akhirnya mantap bikin tulisan berseri dengan judul utama Belajar Menjadi Reporter di blog ini saja.
Apa itu tulisan berseri “Belajar Menjadi Reporter”?
Postingan khusus cerita kehidupan reporter. Semuanya berdasarkan curhatan, eh, pengalaman sendiri tapi tetep ada modifikasi, dong. Jadi tempat, nama, bidang yang digeluti narasumber, dll adalah fiktif ya #cemen, hihihi. Tentu saja, ada tips biar pembaca dapat pelajaran soal dunia reporter, nggak cuma ketawa di atas penderitaanku, huhuhu.
Okeh, langsung masuk cerita, ya: Belajar Menjadi Reporter #1: Reporter Bukan Google
Nemu narasumber yang nggak mau diwawancarai, sudah biasa. Hadapi narasumber yang kasih jawaban wawancaranya lama, juga banyak kek gitu. Tapi, narasumber yang satu ini beda banget. Dan baru kutemui beberapa waktu lalu.
Anggap saja, si narasumber itu namanya Bunga (nama samaran yang pasaran, hehehe). Sebenarnya, Bunga tergolong narasumber enak karena mudah dihubungi. Aku WA jam 10.00 misalnya, langsung dibalas jam 10.01, lho. Mantap dah. Tapi, ada satu hal yang bikin aku pengen ganti profesi jadi dukun, eeerrr!
Ceritanya gini: Seperti biasa, aku kasih daftar pertanyaan yang isinya biodata dan perjalanannya berbisnis. Mulai nama, bisnisnya apa aja, suka duka selama berbisnis, seperti itu lah. Gampang, kan? Narasumber cuma inget-inget lalu tulis ceritanya aja.
Selanjutnya, isi chatting-nya gini:
Aku: Itu di chat atas ya, Mbak, daftar pertanyaannya.
Bunga: Oke.
Nggak nyampe 1 menit, ting, bunyi chat masuk.
Pas kubuka, tara … serasa baru saja dapat kulkas-3-pintu-tapi-rusak!
Bunga: Mbak Wuri, kira-kira, Mbak Wuri bisa jawab sendiri, nggak?
Jedhuuuaaar!
Rasanya kek niat nyolokin charger HP, tapi malah masukin jari bonus kesengat listrik daya-900-yang-katanya-mau-dihapus! Perih!
Saat itu, aku mencoba menenangkan diri dengan merasa mungkin aku saja yang kuper. Jangan-jangan, si Bunga sudah hits seantero pebisnis botol kecap. Oke, deh, aku buru-buru googling namanya. Siapa tahu, semua jawaban wawancara itu ternyata sudah ada di google. Dan hasilnya … nihil!
Emang sih, banyak yang mengira kalau “reporter itu pengetahuannya luas”. Katanya, lho, ya. Tapi, ya bukan berarti aku bertanya, terus aku jawab sendiri, hiks. Emangnya aku google yang katanya tahu banyak hal? Ato dikira Mama Loreng yang bisa menerawang masa lalu seseorang? Oalah Mbak Bunga, bikin gemes aja *kecup pake gigi taring macan.
Tips Hadapi Narasumber Kek di Atas: Pas baca chatting narasumber seperti itu, maka segera tarik napas panjang, makan sekantong pete, lalu hembuskan napas! *pingsan.
Sebelumnya, kenalan lagi, ah …
Kalo kamu tahunya aku ini “Mom Copywriter”, seperti nama blog ini, ternyata, aku sebenarnya juga reporter, lho. Sebelumnya, pernah bekerja sebagai reporter di rumah produksi di Jakarta. Tugasku liputan terus hasilnya nongol di tv nasional. Eee … yang nongol nama lengkapku aja sih, kalo wajah nyaris nggak pernah, hiks, maklum, wajahku kurang tivi-able. Nggak percaya? Ini bukti fotonya, hohoho.
Ternyata, banyak suka duka selama jadi reporter televisi. Kalo dukanya sih, sudah kutulis di buku Cenat-Cenut Reporter yang sudah terbit tahun 2013 lalu. Ada beberapa yang belum sempat ditulis, dan rencananya akan aku tulis di blog ini. Terus, sejak akhir 2015 juga didapuk jadi reporter media online di emakpintar.org (dulunya emakpintar.com terus ganti emakpintar.asia terus ganti .org ya). Alhamdulillah, masih jadi reporter online hingga sekarang.
Lalu, muncullah ide … Eit, sebenarnya ide ini sudah ada sejak 2-3 taon yang lalu, tapi maju-mundur karena aku bukan reporter media audio visual lagi. Tapi setelah jadi reporter media online, lalu ternyata, keseruannya sama aja pas menghadapi berbagai karakter narasumber. Mulai dari yang superbaik sampai yang bikin gemes pengen lempar-lempar HP #HorangKayah. Terus, setelah ngobrol sama pak reporter (baca: suami, hohoho), akhirnya mantap bikin tulisan berseri dengan judul utama Belajar Menjadi Reporter di blog ini saja.
Apa itu tulisan berseri “Belajar Menjadi Reporter”?
Postingan khusus cerita kehidupan reporter. Semuanya berdasarkan curhatan, eh, pengalaman sendiri tapi tetep ada modifikasi, dong. Jadi tempat, nama, bidang yang digeluti narasumber, dll adalah fiktif ya #cemen, hihihi. Tentu saja, ada tips biar pembaca dapat pelajaran soal dunia reporter, nggak cuma ketawa di atas penderitaanku, huhuhu.
Okeh, langsung masuk cerita, ya: Belajar Menjadi Reporter #1: Reporter Bukan Google
Nemu narasumber yang nggak mau diwawancarai, sudah biasa. Hadapi narasumber yang kasih jawaban wawancaranya lama, juga banyak kek gitu. Tapi, narasumber yang satu ini beda banget. Dan baru kutemui beberapa waktu lalu.
Anggap saja, si narasumber itu namanya Bunga (nama samaran yang pasaran, hehehe). Sebenarnya, Bunga tergolong narasumber enak karena mudah dihubungi. Aku WA jam 10.00 misalnya, langsung dibalas jam 10.01, lho. Mantap dah. Tapi, ada satu hal yang bikin aku pengen ganti profesi jadi dukun, eeerrr!
Ceritanya gini: Seperti biasa, aku kasih daftar pertanyaan yang isinya biodata dan perjalanannya berbisnis. Mulai nama, bisnisnya apa aja, suka duka selama berbisnis, seperti itu lah. Gampang, kan? Narasumber cuma inget-inget lalu tulis ceritanya aja.
Selanjutnya, isi chatting-nya gini:
Aku: Itu di chat atas ya, Mbak, daftar pertanyaannya.
Bunga: Oke.
Nggak nyampe 1 menit, ting, bunyi chat masuk.
Pas kubuka, tara … serasa baru saja dapat kulkas-3-pintu-tapi-rusak!
Bunga: Mbak Wuri, kira-kira, Mbak Wuri bisa jawab sendiri, nggak?
Jedhuuuaaar!
Rasanya kek niat nyolokin charger HP, tapi malah masukin jari bonus kesengat listrik daya-900-yang-katanya-mau-dihapus! Perih!
Saat itu, aku mencoba menenangkan diri dengan merasa mungkin aku saja yang kuper. Jangan-jangan, si Bunga sudah hits seantero pebisnis botol kecap. Oke, deh, aku buru-buru googling namanya. Siapa tahu, semua jawaban wawancara itu ternyata sudah ada di google. Dan hasilnya … nihil!
Emang sih, banyak yang mengira kalau “reporter itu pengetahuannya luas”. Katanya, lho, ya. Tapi, ya bukan berarti aku bertanya, terus aku jawab sendiri, hiks. Emangnya aku google yang katanya tahu banyak hal? Ato dikira Mama Loreng yang bisa menerawang masa lalu seseorang? Oalah Mbak Bunga, bikin gemes aja *kecup pake gigi taring macan.
Tips Hadapi Narasumber Kek di Atas: Pas baca chatting narasumber seperti itu, maka segera tarik napas panjang, makan sekantong pete, lalu hembuskan napas! *pingsan.