Sebenarnya, sampai detik ini, aku juga masih harus banyak belajar public speaking. Buktinya, suara kurang powerfull, audiens masih suka ngomong sendiri, belibet, dan alasan apalah-apalah yang laen. Tapi, setidaknya sekarang aku nggak menolak kalo harus ngomong di depan umum. Padahal, dulunya pemalu banget. Megang mic sebelum ngomong aja rasanya kayak nggak makan seminggu alias bergetar seluruh tubuh, duh.
Mau tahu gimana aku perlahan-lahan mulai terpaksa mau ngomong di depan?
Sebelum aku jawab, mau cerita dikit ah.
Sebenarnya lupa, kapan aku pertama kali aku ngomong di depan umum. Kayaknya, yang sifatnya formal waktu sekitar tahun 2014. Pas diminta isi di Undip. Ceritanya ada di postingan yang berjudul 5 Pertanyaan Seputar Ngeblog ini, ya #ModusNambahViewerPostinganLama.
Kebetulan, bulan lalu aku mudik dan ingin menginjakkan kaki lagi ke mantan kampus di jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Airlangga. Teman kuliah yang dulu seangkatan, ternyata sekarang ada yang jadi dosen. Jadilah aku masuk ke kelasnya. Wah, kelasnya enak dan nyaman ya sekarang, nggak perlu kipas-kipas kepanasan. Pokoknya beda banget ama jamanku, hohoho.
Berhubung aku masuk di kelas Jurnalistik Online dan ada mahasiswa Jurnalistik Cetak juga, jadinya aku cuma cerita dunia jurnalistik online. Soalnya, aku sekarang juga kerja sebagai reporter media online Indscript, kan. Sambil cerita bagaimana menjadi bloger yang juga liputan dan menulis hasil reportasenya di blog pribadi. Apaaa?! Nggak percaya? Ini deh buktinya:
Terus, bulan ini juga mudik lagi #KetagihanMudik. Kok kayaknya seru ya ngomong di depan dedek-dedek emesh sambil penyegaran mata *plak! Kebetulan, teman kuliah seangkatan dulu, dan sekarang jadi dosen jurusan Ilmu Komunikasi, UPN Surabaya. Ya sud, sekalian gosip, eh, reuni, hohoho.
Kalo di UPN ini, aku masuk di kelasnya Manajemen Media Massa. Jadi, cocoknya cerita gimana aku mengelola akun media sosial pribadi untuk mendapatkan pekerjaan copywriter hingga terkadang promosi produk/jasa. Tentu saja, cerita bagaimana menggunakan blog untuk kerja sama promosi dengan berbagai pihak. Ya, sekaligus menyebarkan virus ngeblog, dari pada virus ngemol *kekepin dompet. Ini ya barbuknya hihih:
Sepulang dari pengalaman jadi dosen abal-abal itu, aku sempat mikir, kenapa malah hepi melakukan semua itu walau masih grogi banget nget nget. Kalo menurutku, kayaknya gara-gara sejak di bangku kuliah. Soalnya mau nggak mau, aku dan temen-temen kuliah harus merasakan dua hal ini:
Satu, presentasi. Setiap minggu, kami secara bergantian melakukan presentasi. Jadi belajar bagaimana transfer ilmu dari mahasiswa ke mahasiswa. Tentu, setelah presentasi, dosen akan memberi koreksi jika ada yang salah hingga kasih apresiasi jika presentasinya terbaik. Rasanya lebih grogi presentasi di hadapan dosen dari pada ketemu calon mertua, eh.
Dua, ujian dengan bertatap muka secara langsung. Ada beberapa dosen yang suka mengisi UTS atau UAS dengan ujian tatap muka. Jadi, aku ambil satu kertas yang dikocok kek kocokan arisan gitu. Terus keluar pertanyaan. Lalu, aku jawab langsung di depan dosen. Modyar rasanya! Mendadak apa yang dipelajari selama seminggu bisa hilang seketika pas berhadapan sama dosen. Padahal dosennya nggak gigit, lho, Gggrr! hihihi.
Jadi, terima kasih buat para dosen. Perlahan-lahan dan secara nggak langsung sudah membuat si super-pemalu-sampe-putri-malu-aja-kalah ini, bertahap mulai mau cuap-cuap di depan. Eh, kenapa aku tiba-tiba nulis ini? Karena Mbak Relita dan Mbak Yuli kasih tema soal guru. Yaaa, dosen kan juga guru, ya.
Kalo kamu, siap jadi guru juga?
Masak kalah sama balita yang mau ngajar kek di foto ini, qiqiqi:
Mau tahu gimana aku perlahan-lahan mulai terpaksa mau ngomong di depan?
Sebelum aku jawab, mau cerita dikit ah.
Sebenarnya lupa, kapan aku pertama kali aku ngomong di depan umum. Kayaknya, yang sifatnya formal waktu sekitar tahun 2014. Pas diminta isi di Undip. Ceritanya ada di postingan yang berjudul 5 Pertanyaan Seputar Ngeblog ini, ya #ModusNambahViewerPostinganLama.
Kebetulan, bulan lalu aku mudik dan ingin menginjakkan kaki lagi ke mantan kampus di jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Airlangga. Teman kuliah yang dulu seangkatan, ternyata sekarang ada yang jadi dosen. Jadilah aku masuk ke kelasnya. Wah, kelasnya enak dan nyaman ya sekarang, nggak perlu kipas-kipas kepanasan. Pokoknya beda banget ama jamanku, hohoho.
Berhubung aku masuk di kelas Jurnalistik Online dan ada mahasiswa Jurnalistik Cetak juga, jadinya aku cuma cerita dunia jurnalistik online. Soalnya, aku sekarang juga kerja sebagai reporter media online Indscript, kan. Sambil cerita bagaimana menjadi bloger yang juga liputan dan menulis hasil reportasenya di blog pribadi. Apaaa?! Nggak percaya? Ini deh buktinya:
Terus, bulan ini juga mudik lagi #KetagihanMudik. Kok kayaknya seru ya ngomong di depan dedek-dedek emesh sambil penyegaran mata *plak! Kebetulan, teman kuliah seangkatan dulu, dan sekarang jadi dosen jurusan Ilmu Komunikasi, UPN Surabaya. Ya sud, sekalian gosip, eh, reuni, hohoho.
Kalo di UPN ini, aku masuk di kelasnya Manajemen Media Massa. Jadi, cocoknya cerita gimana aku mengelola akun media sosial pribadi untuk mendapatkan pekerjaan copywriter hingga terkadang promosi produk/jasa. Tentu saja, cerita bagaimana menggunakan blog untuk kerja sama promosi dengan berbagai pihak. Ya, sekaligus menyebarkan virus ngeblog, dari pada virus ngemol *kekepin dompet. Ini ya barbuknya hihih:
Sepulang dari pengalaman jadi dosen abal-abal itu, aku sempat mikir, kenapa malah hepi melakukan semua itu walau masih grogi banget nget nget. Kalo menurutku, kayaknya gara-gara sejak di bangku kuliah. Soalnya mau nggak mau, aku dan temen-temen kuliah harus merasakan dua hal ini:
Satu, presentasi. Setiap minggu, kami secara bergantian melakukan presentasi. Jadi belajar bagaimana transfer ilmu dari mahasiswa ke mahasiswa. Tentu, setelah presentasi, dosen akan memberi koreksi jika ada yang salah hingga kasih apresiasi jika presentasinya terbaik. Rasanya lebih grogi presentasi di hadapan dosen dari pada ketemu calon mertua, eh.
Dua, ujian dengan bertatap muka secara langsung. Ada beberapa dosen yang suka mengisi UTS atau UAS dengan ujian tatap muka. Jadi, aku ambil satu kertas yang dikocok kek kocokan arisan gitu. Terus keluar pertanyaan. Lalu, aku jawab langsung di depan dosen. Modyar rasanya! Mendadak apa yang dipelajari selama seminggu bisa hilang seketika pas berhadapan sama dosen. Padahal dosennya nggak gigit, lho, Gggrr! hihihi.
Jadi, terima kasih buat para dosen. Perlahan-lahan dan secara nggak langsung sudah membuat si super-pemalu-sampe-putri-malu-aja-kalah ini, bertahap mulai mau cuap-cuap di depan. Eh, kenapa aku tiba-tiba nulis ini? Karena Mbak Relita dan Mbak Yuli kasih tema soal guru. Yaaa, dosen kan juga guru, ya.
Kalo kamu, siap jadi guru juga?
Masak kalah sama balita yang mau ngajar kek di foto ini, qiqiqi:
Joss tenan mb wuri ki, produktif dimana mana. Btw itu arkan anteng bingiit, jd gemesss hehe
ReplyDeleteHehehe
DeleteHehehe.. Iya nih. Resep pandai bicara itu mirip dgn pandai menulis ya. Bicara, bicara dan bicara :)
ReplyDeleteIya ya
DeleteAlhamdulillah...berbagi tak akan rugi, ya Wuri.. apalagi berbagi ilmu.. Saluut...
ReplyDeleteAw aw maluuu
DeleteGuru ciliknya kayaknya menikmati perannya banget tuh... hihihii..
ReplyDeleteHohoho
DeleteBener berani ngomong depan public juga harus latihan, kalau sering mah udah gak grogi lagi, mengalir aja kalau udah di depan sesuai tema yang mau disampaikan 😊
ReplyDeleteSetujuuu
DeleteWaaah mudiknya produktif bangettt
ReplyDeleteHaish
DeleteWahhh, keren inii wuri dan arkaan mudiknya sambil jadi dosen tamuuu..
ReplyDeleteHihihi pengalaman aja
Deletekeren mba depan dedek emesh sekalian y mba tebar pesonah wkwkwk dulu jg aku pemalu banget eh skrg malah malu2in 😂
ReplyDeleteSama lah wkwkwkwk
Deletedi sekolah
ReplyDeleteuntuk ekskul nya aku ambil public speaking lho tante