Selamat datang tahun 2017! Whoho … baru posting lagi padahal bulan Januari sudah mau habis. Maklum, lagi repot wawancara sana-sini lewat WA, jadi tiap jari jempol sampai keriting, terus enggak sanggup nulis buat blog ini #Alesyan. Emangnya masih ada yang nunggu tips jadi reporetr versi aku? Krik … krik … krik …
Kebetulan ah, mau cerita kalau salah satu pekerjaan sehari-hariku adalah bobok cantik, preeet! wawancara pebisnis perempuan terus profil mereka publish di media online kantor. Ternyata, enggak semua calon narasumber itu bersedia diwawancarai, lho. Padahal, menurutku, banyak banget manfaat kalau mereka mau diliput.
Yang pertama, diliput terus kamu nongol di media, itu bisa ajang promosi gratis. Yang namanya media, pasti dong yang nonton atau yang baca itu jumlahnya banyak. Nah, para penonton atau pembaca itu jadi tahu soal produk yang kamu jual, atau jasa yang kamu tawarkan, maupun proses kamu jungkir-balik-goyang-kayang-sampai-poco-poco dalam berbisnis, hehehe.
Terus, tawaran diwawancarai itu belum tentu datang 2 kali. Misalnya, aku hubungi kamu yang menjadi pebisnis kuliner buat wawancara, terus ditolak, oke, deh, enggak apa-apa. Suatu hari, temanku minta referensi narasumber yang juga pebisnis kuliner. Masak iya, aku kasih nomer kamu? Pasti nomer pebisnis kuliner yang lain lah. Reporter pasti lebih inget narasumber yang ganteng, eh, yang pernah diwawancarai dong.
Selanjutnya, kalau kamu nongol di media itu bisa menambah daftar portfolio, tuh. Kamu bisa simpan video liputan lalu unggah di channel pribadi. Atau screenshot tulisan media lalu publish di blog pribadi, kayak punyaku ini, hihihi. Setidaknya, reporter tersebut pasti punya alasan memilih kamu untuk diliput. Jadi, enggak asal dikocok lalu keluar nama kamu kok. Emangnya arisan?!
Berikutnya, anggap saja wadah buat kamu untuk berbagi ilmu atau pengalaman. Hal sekecil apapun ilmu atau pengalaman kamu yang dibagikan, pasti sangat bermanfaat buat pembaca media tersebut. Jadi, enggak perlu menunggu kamu berprestasi banyak baru pantas diliput. Semua orang pantas diliput kok, asal hal yang positif. Tapi ya jangan baru menang lomba makan kerupuk se-RT sudah merengek minta diliput, toh, ya.
Tahu enggak, kalau diliput pasti reporter minta foto atau video, alhasil kamu ubek-ubek file dulu dong. Enggak jarang, dari kegiatan ubek-ubek file tadi jadi inget punya mantan, ups, teman yang dekat pas SMA sekaligus bisa diprospek, atau jadi inget masa awal merintis bisnis sehingga sekarang termotivasi melesatkan bisnis.
Selain itu, kalau mau diliput itu bisa membuka dan memperluas link. Baik itu jadi kenalan sama reporternya. Siapa tahu kelak kamu butuh bantuan reporter tadi, seperti informasi soal narasumber yang lain, soalnya biasanya reporter punya daftar narasumber yang banyaaak. Mulai kontak pebisnis internasional sampai nomer HP abang siomay biasanya ada di ponselnya. Atau, setelah kamu nongol di media jadi ada pembaca yang mengajak kenalan lalu berujung kerja sama. Asyik, kan?
![]() |
Tuh, temannya reporter dari tukang masak, tukang cuap-cuap depan kamera, sampai tukang lompat-lompat, eh. |
Eit, para reporter itu bisa calon customer kamu, lho. Makanya, kelar wawancara jangan lupa kasih produknya ke reporter #modus, hihihi, ini enggak wajib kok. Kalau pengalamanku, ada juga sih kasih gratis produknya ke aku, biasanya aku bantu promote secara pribadi setelah pakai berupa testimoni. Tidak jarang, malah besoknya aku order, lho. Pernah juga pas butuh produk A, eh, dapat tugas wawancara pebisnis yang jual produk A tersebut. Jadi kelar wawancara, malah berujung order *langsung kekepin dompet, hohoho.
Bisa juga, reporter jadi teman curhat kamu. Aku tuh beberapa kali diceritain sama narasumber soal kendala selama mengelola bisnisnya. Biasanya curhat kendala dari orang terdekat, tapi ujung-ujungnya bilang, “Mbak, yang soal ini jangan ditulis, ya.” Eee ... kira-kira reporter boleh minta uang sebagai jasa mendengarkan curhat? #IdeBisnisBaru #MataLangsungIjo, hihihi.
Setidaknya, dengan mau diliput itu sudah memudahkan pekerjaan reporter, hahaha. Coba kalau kamu ditolak, gimana rasanya? Kayak dicubit pake tang, kan? Atiiit! Tapi narasumber punya hak sih menolak. Jadi, santai saja. Kalau ditolak yang cukup pesan satu loyang pizza yang besar terus habiskan seorang diri! *lempar timbangan.
Nah, yang terakhir ini pengalaman pribadi, hihihi. Jangan nolak diliput, ya, siapa tahu reporter itu jodoh kamu, qiqiqi. Sudah ah, poin terakhir ini enggak perlu penjelasan. Intinya maksa biar ada 10 poin aja sih.
Buat yang lagi di-pedekate-in sama reporter, coba pertimbangkan 10 manfaat di atas kalau kamu bersedia diliput. Intinya, reporter datang dengan maksud baik dan pulang juga enggak minta diantar, toh? Emangnya jela….. *nggak berani nulisnya #PenakutAkut.
Kalau buat reporter dan saat ditolak narasumber, coba jelaskan manfaatnya kalau diliput. Enggak perlu sebutin 10 alasan di atas sih, bisa pilih salah satu dulu, kalau tetap ditolak keluarkan alasan kedua, ditolak lagi ya sebutkan satu alasan yang lain lagi, dan gitu aja seterusnya sampai narasumber mau, hihihi. Eee … ini reporter atau tukang tagih sih?!
Oh ya, tips jadi reporter di atas intinya mau jelasin kalau tujuan wawancara juga berdampak positif bagi narasumber di kemudian hari. Tips dunia reporter yang lain bisa ceki-ceki di sini. Nih, aku ambil contoh percakapannya ya:
Narasumber (N): Maaf, saya belum pantas diliput.
Reporter (R): Pantas kok. Sebelum saya hubungan Mbak juga diriset dulu. Jadi memang menarik untuk diliput.
N: Omzet saya masih kecil, Mbak.
R: Enggak ditanya soal omzet, cuma soal produknya yang unik.
N: Oh gitu, tapi saya pemalu.
R: Tenang, Mbak,. Nanti saya atur biar enggak grogi. Santai kok wawancaranya.
N: Jangan, deh, Mbak.
R: Mau rumah Mbak dilempar bom molotov?! <= eee … yang ini jangan ditiru, yak #peace