Oleh: Wuri Nugraeni
(catatat berikut sudah mengalami revisi satu kali)
Apa yang orang umum hafal mengenai kuliner di kota Semarang? Mungkin kebanyakan jawabannya adalah lumpia, bandeng presto, atau wingko babat. Namun, saran saya, bagi pengunjung yang tengah mendarat di kota yang pernah dijuliki Venice Van Java ini, wajib mencicipi makanan lautnya. Sebut saja, kepala ikan dan srimping akan memberi sensai tersendiri. Dengan olahan bumbu sederhana, mampu melahirkan rasa dahsyat di dalam mulut.
GULAI KEPALA IKAN
Foto: Gulai Kepala Ikan
Hari itu saya menemani Ibu yang datang dari Surabaya untuk berlibur di Semarang. Ini adalah kunjungan kedua Beliau. Hal pertama yang disampaikan kepada saya ketika baru sampai di stasiun Tawang adalah, "Nanti antarkan ke tempat makan kakap yang dulu itu lho." Ya, waktu pertama kali Beliau jalan-jalan di pusat kota Semarang, saya pernah mengajak Ibu untuk mencicipi lezatnya gulai kepala ikan. Waktu itu saya mengajak Beliau ke warung gulai kepala ikan Pak Oeban di jalan Menteri Supeno. Sayangnya, cabang tersebut sudah tidak ada lagi sekarang. Bergegas saya memutar untuk membuka memori dimana pilihan warung yang menyajikan makanan tersebut. Mengingat posisi saya dan Ibu sudah berada di Simpang Lima, saya pun memutuskan menuju ke area pusat oleh-oleh khas Semarang, jalan Pandanaran. Untung ada satu kali angkot berwarna oranye jurusan Pedurungan-Kalibanteng yang langsung menuju ke tujuan.
Di sinilah Saya berada, depan ruko Bandeng Juwana. Ketika kaki memasuki dari pintu depan, terlihat riuhnya pengunjung dan pelayan setempat. Di lantai ini, berjajar lemari kaca yang menawarkan aneka oleh-oleh dari Semarang. Saya langsung menarik jemari Ibu untuk menyusuri tangga ke lantai dua, dimana restoran berada. Tempat makan ini cukup luas dengan deretan meja dan kursi yang rapi. Sebuah televisi bertengger di ujung untuk menghilangkan rasa bosan pembeli yang menunggu pesanannya datang. Saya juga dapat melihat kesibukan ruang dapur, yang hanya tersekat oleh meja panjang berukuran tak lebih dari satu setengah meter. Saya pun buru-buru memesan satu gulai kepala ikan seharga Rp9.000,00. Rasanya tak sabar berjumpa kembali dengan salah satu makanan khas Semarang.
Nama ‘Gulai Kepala Ikan’ memang terkenal dari kota Padang. Namun, perbedaannya terletak pada gulai kepala ikan Semarang yang tidak mengenakan santan. Menurut saya, makanannya terbilang unik. Daging di bagian tubuh ikan sudah hampir semuanya tidak ada. Saya hanya melihat kepala ikan, duri di bagian tubuh dengan sedikit daging, hingga ekor yang masih utuh. Namun, isi dalam kepala kakap masih memiliki daya tarik bagi alat pengecap. Satu tubuh ikan tersebut terendam dalam lautan kuah berwarna kuning yang segar. Lidah saya dapat merasakan bumbu rempah-rempah yang meresap di dalam ikan. Kuah yang kental dengan rasa pedas menggali keringat di dahi saya dan Ibu yang tengah melahapnya. Kesegaran serta rasa yang lezat membuat candu untuk kembali membeli gulai kepala ikan.
Kebetulan, salah satu saudara ada yang bekerja di pabrik kakap. Ternyata, salah satu pabrik pengolahan ikan kakap terletak di Semarang. Kebanyakan menghasilkan fillet ikan untuk diekspor ke Jepang. Sedangkan sisanya dapat diolah menjadi gulai kepala ikan. Wow… cukup kreatif ya.
SRIMPING
Foto: Srimping goreng mentega
Satu lagi makanan yang baru saya kenal ketika hadir di kota Semarang. Pertama kali saya mendengar nama makanannnya adalah srimping, tidak terlintas apa-apa di pikiran saya. Blank. Namun, ketika srimping sudah hadir di hadapan saya, saya menebak srimping itu sejenis kerang. Tetapi, ketika lidah saya beradu dengan srimping, justru lebih mendekati udang. Waduh, yang benar srimping itu kerang atau udang? Pastinya, makanan laut ini tak kalah lezat dari yang lainnya.
Bentuk srimping itu hampir menyerupai kerang, tetapi ukurannya lebih besar. Tertutup oleh dua cangkang berbentuk bulat pipih dan berwarna putih. Cangkang tersebut menempel pada bagian atas dan bawah srimping. Seperti seafood lainnya, srimping dapat diolah menjadi srimping goreng mentega, srimping saos inggris, atau hanya digoreng saja. Beberapa penjual sudah menawarkan srimping tanpa cangkangnya (seperti dalam foto di atas), tetapi sebagian lain masih menyertakan cangkang. Kalau saya, tentu memilih yang sudah terlepas, biar langsung dilahap. Yummy…
Sore hari itu, saya bepergian menuju daerah Krapyak. Langsung terlintas di benak saya untuk membawa pulang seporsi srimping. Tepatnya di warung kaki lima “Sami Seneng Cak Muji Surabaya”. Kalau dari jantung kota, Anda dapat mengarahkan kendaraan menuju Krapyak atau Jakarta. Lalu belok kiri, sebelum Ayam Goreng Ny. Suharti. Warung terletak sekitar 200 meter kemudian, di sebelah kanan jalan. Warung kaki lima tersebut memang sederhana. Sebuah spanduk untuk menutup debu dari jalan yang penuh hilir mudik truk, maklum, daerah Krapyak memang dekat dengan pantura. Di dalamnya terdapat tiga meja panjang yang berteman dengan kursi bakso warna-warni. Penjual juga menggoreng di sudut warung, dan lagi-lagi, saya dapat melihat proses memaksa dari tempat duduk saya. Bumbu bawang putih, mentega sebagai minyak, dan kecap yang memghasilkan cita rasa untuk menggoyang lidah. Dengan Rp.17.000,00 saya telah membawa pulang seporsi srimping goreng mentega dan cukup untuk dua orang.
Posisi kota Semarang yang berada di tengah-tengah laut dan pegunungan, membuat makananan lautnya cukup populer. Semarang tidak hanya terkenal dengan wisata religi, wisata sejarah, tetapi juga kuliner yang akan membuat lidah Anda ketagihan. Saatnya menyisihkan jadwal menuju ke Semarang, lalu mempersiapkan perut untuk bertemu dengan gulai kepala ikan dan srimping.
Tulisan ini adalah PR “Pelatihan Travel Writer bersama Gol A Gong”.
(catatat berikut sudah mengalami revisi satu kali)
Apa yang orang umum hafal mengenai kuliner di kota Semarang? Mungkin kebanyakan jawabannya adalah lumpia, bandeng presto, atau wingko babat. Namun, saran saya, bagi pengunjung yang tengah mendarat di kota yang pernah dijuliki Venice Van Java ini, wajib mencicipi makanan lautnya. Sebut saja, kepala ikan dan srimping akan memberi sensai tersendiri. Dengan olahan bumbu sederhana, mampu melahirkan rasa dahsyat di dalam mulut.
GULAI KEPALA IKAN
Foto: Gulai Kepala Ikan
Hari itu saya menemani Ibu yang datang dari Surabaya untuk berlibur di Semarang. Ini adalah kunjungan kedua Beliau. Hal pertama yang disampaikan kepada saya ketika baru sampai di stasiun Tawang adalah, "Nanti antarkan ke tempat makan kakap yang dulu itu lho." Ya, waktu pertama kali Beliau jalan-jalan di pusat kota Semarang, saya pernah mengajak Ibu untuk mencicipi lezatnya gulai kepala ikan. Waktu itu saya mengajak Beliau ke warung gulai kepala ikan Pak Oeban di jalan Menteri Supeno. Sayangnya, cabang tersebut sudah tidak ada lagi sekarang. Bergegas saya memutar untuk membuka memori dimana pilihan warung yang menyajikan makanan tersebut. Mengingat posisi saya dan Ibu sudah berada di Simpang Lima, saya pun memutuskan menuju ke area pusat oleh-oleh khas Semarang, jalan Pandanaran. Untung ada satu kali angkot berwarna oranye jurusan Pedurungan-Kalibanteng yang langsung menuju ke tujuan.
Di sinilah Saya berada, depan ruko Bandeng Juwana. Ketika kaki memasuki dari pintu depan, terlihat riuhnya pengunjung dan pelayan setempat. Di lantai ini, berjajar lemari kaca yang menawarkan aneka oleh-oleh dari Semarang. Saya langsung menarik jemari Ibu untuk menyusuri tangga ke lantai dua, dimana restoran berada. Tempat makan ini cukup luas dengan deretan meja dan kursi yang rapi. Sebuah televisi bertengger di ujung untuk menghilangkan rasa bosan pembeli yang menunggu pesanannya datang. Saya juga dapat melihat kesibukan ruang dapur, yang hanya tersekat oleh meja panjang berukuran tak lebih dari satu setengah meter. Saya pun buru-buru memesan satu gulai kepala ikan seharga Rp9.000,00. Rasanya tak sabar berjumpa kembali dengan salah satu makanan khas Semarang.
Nama ‘Gulai Kepala Ikan’ memang terkenal dari kota Padang. Namun, perbedaannya terletak pada gulai kepala ikan Semarang yang tidak mengenakan santan. Menurut saya, makanannya terbilang unik. Daging di bagian tubuh ikan sudah hampir semuanya tidak ada. Saya hanya melihat kepala ikan, duri di bagian tubuh dengan sedikit daging, hingga ekor yang masih utuh. Namun, isi dalam kepala kakap masih memiliki daya tarik bagi alat pengecap. Satu tubuh ikan tersebut terendam dalam lautan kuah berwarna kuning yang segar. Lidah saya dapat merasakan bumbu rempah-rempah yang meresap di dalam ikan. Kuah yang kental dengan rasa pedas menggali keringat di dahi saya dan Ibu yang tengah melahapnya. Kesegaran serta rasa yang lezat membuat candu untuk kembali membeli gulai kepala ikan.
Kebetulan, salah satu saudara ada yang bekerja di pabrik kakap. Ternyata, salah satu pabrik pengolahan ikan kakap terletak di Semarang. Kebanyakan menghasilkan fillet ikan untuk diekspor ke Jepang. Sedangkan sisanya dapat diolah menjadi gulai kepala ikan. Wow… cukup kreatif ya.
SRIMPING
Foto: Srimping goreng mentega
Satu lagi makanan yang baru saya kenal ketika hadir di kota Semarang. Pertama kali saya mendengar nama makanannnya adalah srimping, tidak terlintas apa-apa di pikiran saya. Blank. Namun, ketika srimping sudah hadir di hadapan saya, saya menebak srimping itu sejenis kerang. Tetapi, ketika lidah saya beradu dengan srimping, justru lebih mendekati udang. Waduh, yang benar srimping itu kerang atau udang? Pastinya, makanan laut ini tak kalah lezat dari yang lainnya.
Bentuk srimping itu hampir menyerupai kerang, tetapi ukurannya lebih besar. Tertutup oleh dua cangkang berbentuk bulat pipih dan berwarna putih. Cangkang tersebut menempel pada bagian atas dan bawah srimping. Seperti seafood lainnya, srimping dapat diolah menjadi srimping goreng mentega, srimping saos inggris, atau hanya digoreng saja. Beberapa penjual sudah menawarkan srimping tanpa cangkangnya (seperti dalam foto di atas), tetapi sebagian lain masih menyertakan cangkang. Kalau saya, tentu memilih yang sudah terlepas, biar langsung dilahap. Yummy…
Sore hari itu, saya bepergian menuju daerah Krapyak. Langsung terlintas di benak saya untuk membawa pulang seporsi srimping. Tepatnya di warung kaki lima “Sami Seneng Cak Muji Surabaya”. Kalau dari jantung kota, Anda dapat mengarahkan kendaraan menuju Krapyak atau Jakarta. Lalu belok kiri, sebelum Ayam Goreng Ny. Suharti. Warung terletak sekitar 200 meter kemudian, di sebelah kanan jalan. Warung kaki lima tersebut memang sederhana. Sebuah spanduk untuk menutup debu dari jalan yang penuh hilir mudik truk, maklum, daerah Krapyak memang dekat dengan pantura. Di dalamnya terdapat tiga meja panjang yang berteman dengan kursi bakso warna-warni. Penjual juga menggoreng di sudut warung, dan lagi-lagi, saya dapat melihat proses memaksa dari tempat duduk saya. Bumbu bawang putih, mentega sebagai minyak, dan kecap yang memghasilkan cita rasa untuk menggoyang lidah. Dengan Rp.17.000,00 saya telah membawa pulang seporsi srimping goreng mentega dan cukup untuk dua orang.
Posisi kota Semarang yang berada di tengah-tengah laut dan pegunungan, membuat makananan lautnya cukup populer. Semarang tidak hanya terkenal dengan wisata religi, wisata sejarah, tetapi juga kuliner yang akan membuat lidah Anda ketagihan. Saatnya menyisihkan jadwal menuju ke Semarang, lalu mempersiapkan perut untuk bertemu dengan gulai kepala ikan dan srimping.
Tulisan ini adalah PR “Pelatihan Travel Writer bersama Gol A Gong”.
saya tertarik mencoba srimping yang dibuat mba Wuri hihihi
ReplyDeleteHahaha. Yuk ke rumah :-)
ReplyDeletewah, kemarin mbak Wuri ga mampir ke rumah ortu An,yah :( Rumah ortu An di Pasadena, mbak..deket sekali dengan Krapyak...
ReplyDeleteow... next time mampir deh :-)
ReplyDelete