Wuri : pada hari Minggu, 20 mei 2012 kemarin, aku datang ke acara yang digagas mba Aan IIDN-Semarang. Ada pembicara bu Ellen Kristi, M. Hum. yang panjang lebar, dari utara-selatan-barat-timur, mengupas tentang membangun karakter anak. Menurut bukunya berjudul "Cinta Yang Berpikir" berdasarkan pemikiran Charlotte Masson. Berhubung aku jadi notulennya, share juga ah di blog, kali aja bermanfaat. Happy reading...
Kalau ada angka 1 sampai 10 (angka 1 untuk sangat mudah dan angka 10 untuk sangat sulit), maka bagaimana tingkat kesulitan untuk pekerjaan dan untuk mendidik anak? Hasilnya, sebagian besar menyatakan kalau mendidik anak lebih jauh sulit daripada menghadapi pekerjaan.
Banyak yang menjadi orang tua melalui learning by doing, tanpa membawa bekal cukup untuk menjalankan amanah titipanNya. Bukankah untuk menjadi guru TK saja harus melewati tahapan training. Saat ini memang belum ada lembaga yang menawarkan pendidikan menjadi orang tua. Maka, setiap memiliki masalah dengan anak, para orang tua cenderung bertanya kepada saudara, kakek-nenek, tetangga, dll. Misalnya, kalau anak sakit maka harus dikasih antibiotik. Semuanya hanya bermodalkan nekat dalam mengasuh buah hati.
Ternyata untuk membangun karakter anak dibutuhkan pengetahuan. Karena mendidik anak itu lebih kompleks daripada menjalani pekerjaan sehari-hari. Mengapa? Karena anak bukan benda mati. Bukan pula makhluk hidup lain layaknya hewan atau tumbuhan. Anak adalah makhluk hidup dengan kekhasan tersendiri. Maka, dibutuhkan Pendidikan Karakter.
Benarkah anak itu seperti kertas putih dengan orang tua sebagai pena? Bila orang tua menuliskan kata “cinta” di atas kertas itu, maka terbentuk anak yang penuh cinta. Benarkah anak itu seperti gelas kosong, sedangkan orang tua adalah gelas yang berisi air? Bila orang tua menuangkan air putih kepada gelas kosong, maka akan berbeda dengan anak yang orang tuanya menuangkan air berwarna ke gelas kosong itu. Benarkah anak itu seperti malam, sementara orang tuanya bebas membentuk malam? Bila orang tua ingin anaknya menjadi pilot maka malam akan dibentuk menjadi pesawat. Kalau anak itu seperti kertas putih/gelas kosong/malam, maka anak lahir tanpa sifat, tanpa memiliki selera tersendiri. Benarkah?
Tak dapat dipungkiri, orang tua memiliki pengaruh besar tetapi anak tetap bukan kertas putih/gelas kosong/malam. Setiap anak terlahir dengan kelebihannya tersendiri, karena setiap anak adalah sesosok pribadi yang unik (baik itu anak pada umumnya, atau anak dengan kebutuhan khusus, dll. Setiap anak tetap pribadi yang unik). Setiap anak itu memiliki rahasia berupa potensi.
Tahukah bahwa tulang di tangan orang dewasa itu berjumlah 28, sementara anak (untuk usia 1 tahun) hanya terbentuk 3 tulang? Maka, wajar bila anak membawa gelas lalu pecah. Wajar saat anak tidak dapat menulis seperti orang dewasa, hanya membuat goresan tak jelas, atau istilahnya “benang mbulet”. Karena anak memiliki keterbatasan fisiologis. Mereka tidak sengaja memecahkah gelas. Apakah anak masih harus terkena marah?
Bekal utama menjadi orang tua:
1. Pengetahuan Fisiologis. Orang tua harus tahu perkembangan fisik anaknya. Mengapa anak mengompol, mengapa anak sering berlarian, mengapa anak suka loncat-loncatan.
2. Pengetahuan Psikologis. Contoh: di Gia*t, ada seorang anak kecil menangis, kedua orang tuanya asik berbelanja. Maka, jangan sekali-kali bertanya “Kenapa kamu nangis?” Tetapi pancing anak itu agar mau bercerita penyebab dia menangis.
Caranya: lihat sekeliling, bila ada orang di dekatnya maka tanyakan kepada orang tersebut “Apakah kedua orang tuanya tengah berbelanja?” Bila ya, maka baru bertanya kepada anak itu.
Aku: adik bosan ya di sini?
Anak: iya
Aku: lebih enak di rumah ya?
Anak: iya, sekarang ada film kartun favoritku….. (anak pun otomatis akan bercerita)
Mengapa tidak boleh bertanya “Kenapa nangis?”? Karena bagi anak, menangis itu salah satu bahasa, sehingga orang tua seharusnya memahami bahasanya.
3. Visi Pendidikan. Untuk membentuk karakter anak perlu arah yang tepat, karena karakter itu menyangkut mind, body, dan soul. Ada 3 instrumen yang dibutuhkan:
3.1.Orang Tua. Sosok orang tua adalah teladan bagi anaknya. Bila ingin anak tidak menonton televisi, maka orang tua juga tidak melihat tivi. Orang tua harus melatih baik-baik agar menjadi anak yang diinginkan. Ingat, mengajarkan anak tersebut tanpa bentakan ya, Bu…
3.2.Konsisten. Bila ingin anaknya selalu buang sampah di tong sampah, maka orang tua harus mengajarkan melalui perilaku dengan konsisten buang sampah di tong sampah. Konsisten penting ya, jangan tergantung mood ibu, kalau tanggal muda si ibu buang sampah di tempatnya karena lagi hepi, kalau hari tua ibu buang sembarangan karena lagi bĂȘte. Kalau anaknya lihat, ya dikiranya kalau buang sampah itu boleh di tong dan boleh sembarangan. Untuk mengajarkan suatu hal ke anak, jangan dengan perintah. Misal: “Cepat bereskan mainannya!” Yang ada, anak malah menolak beresin mainan.
3.3.Gagasan Hidup. Orang tua memang tiada yang sempurna. Maka perlu tokoh lain yang inspiratif, seperti nabi, dll. Orang tua wajib membelikan buku bacaan berkualitas bagi anaknya, sehingga anak tahu ada sosok inspiratif yang patut dicontohnya. Kalau ingin anak menjadi “orang besar” maka berilah informasi sosok-sosok “orang besar” pula. Anak akan mencerna sendiri buku tersebut karena setiap anak itu cerdas.
Sesi Tanya Jawab:
1. Bagaimana dengan CD Interaktif (games maupun cerita)?
Anak usia 0-6 tahun adalah masa perkembangan fisiologi dan memahami dunia. Perlu memprioritaskan :
1.a. Habit Training dengan mendekati alam. Maka tidak boleh memaksa anak pada usia tersebut memiliki agenda khusus untuk duduk di meja belajar. Anak usia tersebut lebih baik berkenalan dengan alam karena alam memberi pelajaran yang baik.
1.b. Habit of Attention adalah landasan intelektual agar anak selalu fokus. Dengan cara mengurangi paparan alat elektronik, terutama TV yang mengandung radiasi sehingga merusak protein pada anak, jadi membuat mata rusak. Gerakan statis di tivi umumnya hanya mentok 3 detik. Maka, ketika anak lebih terbiasa menonton televisi cenderung tidak suka membaca. Karena membaca membutuhkan banyak element di tubuh anak. Melalui buku, anak belajar berimajinasi dan kemampuan verbalnya. Beda dengan tivi, yang membuat fokus anak semakin pendek, sehingga tivi tidak baik bagi anak.
Untuk CD interaktif, disarankan diminimalisir saja, karena lebih baik memberikan buku kepada anak. Kalau bisa jangan memberikan CD interaktif, kecuali bila si anak meminta. Bila anak minta, maka orang tua harus menjaganya agar tidak terlalu lama di depan Komputer.
2. Anak usia berapa yang tepat untuk memulai pendidikan karakter?
Lebih baik sejak di dalam kandungan. Maka, selama mengandung ada baiknya diajak bicara. Orang tua harus tahu benih-benih tidak fokus pada anak. Bila anak cepat bosan dengan satu mainan, itu tandanya anak kurang memiliki fokus. Baiknya buat sudut pandang baru terhadap mainan anak. Misal: anak tengah bermain kotak kayu. Terus bosan. Orang tua harus menciptakan imajinasi, dengan membuat kotak kayu itu seperti pesawat, “Lihat nih, bisa terbang lho.” Semakin lama anak bertahan bermain pada satu mainan, semakin bagus kemampuan fokusnya. Rata-rata satu mainan mencapai 10-15 menit itu sudah sangat bagus. Hal ini berpengaruh pula saat belajar. Misal: lebih baik mengajarkan menulis 1 huruf (huruf A misalnya) tetapi lama, daripada membuat puluhan huruf A banyak di atas kertas tapi mletat-mletot.
Untuk mendidik sikap patuh pada ortu di benak anak, orang tua tidak harusnya berbuat semena-mena, tetapi dengan memupuk respek di anak kepada ortu agar berhasil. Caranya: jangan dengan kalimat perintah, tetapi lebih ke kalimat ajakan. Lakukan secara konsisten, sehingga otomatis anak punya moralitas mana yang baik dengan mana yang buruk.
Pendidikan karakter harusnya sejak dini dengan supply ide bagus, melalui buku bagus, lukisan bagus, musik bagus, dll. Jangan memberikan iming-iming agar anak bersikap baik. Jangan juga menghentikan sikap anak yang banyak bertanya. Justru ortu harus menumbuhkan sikap want to know anak.
3. Bagaimana dengan orang tua yang mengkursuskan anaknya?
Apapun pelajarannya, untuk anak-anak yang ingin belajar harus dilakukan secara fun. Anak lebih cepat menyerap pelajaran bahasa melalui telinga daripada tulisan, para orang tua bisa mendatangi kebun binatang terus bilang “elephant” sambil nunjuk gajah. Pada masa anak memang lebih berkembang dengan otak kanannya, sehingga lebih tertarik pada gambar daripada tulisan.Terus kapan anak siap belajar dan menulis? Saat 2 otak anak sudah berintegrasi. Biasanya anak bisa baris berbaris, bisa berdiri 1 kaki dengan mata tertutup, bisa mengetahui huruf yang ditulis oleh jari di punggungnya. Sebenarnya anak boleh dikursuskan, tapi tetap memberikan ruang anak untuk belajar dengan alam, bermain dengan teman sebaya, bereksperimen, belajar tugas rumah tangga, dll. Satu hal penting, setiap orang tua bisa menjadi pendidik anaknya, tetapi banyak yang merasa tidak percaya diri. So, harus jadi ortu yang PD ya.
4. Living books yang baik itu gimana?
Ortu juga harus banyak baca untuk tahu buku terbaik bagi anaknya. Parameternya: biasanya buku yang kurang baik adalah yang komersil disertai merchandise.
5. Bagaimana dengan anak yang bilingual di rumah?
Boleh, asal dilakukan dengan konsisten sehari-hari, jadi bukan dengan menghafal/kognitif.
6. Anak saya 3 tahun tapi pengen baca dan nulis, gimana ya?
Tidak masalah, kalau anaknya yang mau. Tapi jangan terlalu formal (duduk sekian lama di meja belajar).
7. Bagaimana menulis untuk buku anak?
Baca yang banyak ya karena anak pasti tertarik dengan cerita naratif.
8. Bagaimana Komunitas Home Schooling di Semarang?
Sudah ada, hanya masih perlu konsolidasi lanjut. Setiap ortu harus mantap terlebih dahulu. Ceritakan kepada anak plus minus Home Schooling jadi anak punya bayangan.
9. Bagaimana ajar anak untuk menurut?
Setiap anak punya impulsif yang susah ditahan. Bila tak ingin anaknya makan permen, maka jangan ada permen di rumah. Lakukan berupa aksi nyata, jangan hanya bicara.
10. Saya suka bilang ke anak saya saat tidur, “Jadi anak sholeh ya” karena katanya anak akan menyerap hal tersebut, bagaimana pendapat Ibu?
Karakter anak yang baik akan menghasilkan anak yang baik, apapun profesi mereka kelak. Karakter itu lebih penting daripada perilaku karena karakter itu di dalam sementara perilaku hanya terlihat diluar. Sugesti boleh tetapi jangan dipaksakan sehingga membuat anak yang ingin A, tetapi karena ibunya terus kasih sugesti B, maka anak menjadi B.
11. Bagaimana menghadapi anak yang menangis terus?
Biarkan anak menangis keras karena menangis itu adalah ekspresi. Maka, cari sebabnya untuk menghentikan tangisan.
12. Pendidikan yang baik itu gimana?
Bermain itu belajar. Yang penting, jangan diam kalau anak salah. Tetapi ortu bukan pihak penghukum, tetapi asisten yang membantu anak.
13. Bagaimana anak yang ingin bertanya soal sesksual?
Kenali dini kepada anak tetapi jelaskan hanya bila anak bertanya. Jangan disertai gambar lho ya… bahaya… penjelasannya lebih ke pengetahuan, sebutkan alat-alatnya dengan nama yang benar. Kalau menjawab pertanyaan seksual anak juga secukupnya dan batasi infonya.
Berikut ada tambahan dari beberapa teman IIDN-Semarang:
Kalau ada angka 1 sampai 10 (angka 1 untuk sangat mudah dan angka 10 untuk sangat sulit), maka bagaimana tingkat kesulitan untuk pekerjaan dan untuk mendidik anak? Hasilnya, sebagian besar menyatakan kalau mendidik anak lebih jauh sulit daripada menghadapi pekerjaan.
Banyak yang menjadi orang tua melalui learning by doing, tanpa membawa bekal cukup untuk menjalankan amanah titipanNya. Bukankah untuk menjadi guru TK saja harus melewati tahapan training. Saat ini memang belum ada lembaga yang menawarkan pendidikan menjadi orang tua. Maka, setiap memiliki masalah dengan anak, para orang tua cenderung bertanya kepada saudara, kakek-nenek, tetangga, dll. Misalnya, kalau anak sakit maka harus dikasih antibiotik. Semuanya hanya bermodalkan nekat dalam mengasuh buah hati.
Ternyata untuk membangun karakter anak dibutuhkan pengetahuan. Karena mendidik anak itu lebih kompleks daripada menjalani pekerjaan sehari-hari. Mengapa? Karena anak bukan benda mati. Bukan pula makhluk hidup lain layaknya hewan atau tumbuhan. Anak adalah makhluk hidup dengan kekhasan tersendiri. Maka, dibutuhkan Pendidikan Karakter.
Benarkah anak itu seperti kertas putih dengan orang tua sebagai pena? Bila orang tua menuliskan kata “cinta” di atas kertas itu, maka terbentuk anak yang penuh cinta. Benarkah anak itu seperti gelas kosong, sedangkan orang tua adalah gelas yang berisi air? Bila orang tua menuangkan air putih kepada gelas kosong, maka akan berbeda dengan anak yang orang tuanya menuangkan air berwarna ke gelas kosong itu. Benarkah anak itu seperti malam, sementara orang tuanya bebas membentuk malam? Bila orang tua ingin anaknya menjadi pilot maka malam akan dibentuk menjadi pesawat. Kalau anak itu seperti kertas putih/gelas kosong/malam, maka anak lahir tanpa sifat, tanpa memiliki selera tersendiri. Benarkah?
Tak dapat dipungkiri, orang tua memiliki pengaruh besar tetapi anak tetap bukan kertas putih/gelas kosong/malam. Setiap anak terlahir dengan kelebihannya tersendiri, karena setiap anak adalah sesosok pribadi yang unik (baik itu anak pada umumnya, atau anak dengan kebutuhan khusus, dll. Setiap anak tetap pribadi yang unik). Setiap anak itu memiliki rahasia berupa potensi.
Tahukah bahwa tulang di tangan orang dewasa itu berjumlah 28, sementara anak (untuk usia 1 tahun) hanya terbentuk 3 tulang? Maka, wajar bila anak membawa gelas lalu pecah. Wajar saat anak tidak dapat menulis seperti orang dewasa, hanya membuat goresan tak jelas, atau istilahnya “benang mbulet”. Karena anak memiliki keterbatasan fisiologis. Mereka tidak sengaja memecahkah gelas. Apakah anak masih harus terkena marah?
Bekal utama menjadi orang tua:
1. Pengetahuan Fisiologis. Orang tua harus tahu perkembangan fisik anaknya. Mengapa anak mengompol, mengapa anak sering berlarian, mengapa anak suka loncat-loncatan.
2. Pengetahuan Psikologis. Contoh: di Gia*t, ada seorang anak kecil menangis, kedua orang tuanya asik berbelanja. Maka, jangan sekali-kali bertanya “Kenapa kamu nangis?” Tetapi pancing anak itu agar mau bercerita penyebab dia menangis.
Caranya: lihat sekeliling, bila ada orang di dekatnya maka tanyakan kepada orang tersebut “Apakah kedua orang tuanya tengah berbelanja?” Bila ya, maka baru bertanya kepada anak itu.
Aku: adik bosan ya di sini?
Anak: iya
Aku: lebih enak di rumah ya?
Anak: iya, sekarang ada film kartun favoritku….. (anak pun otomatis akan bercerita)
Mengapa tidak boleh bertanya “Kenapa nangis?”? Karena bagi anak, menangis itu salah satu bahasa, sehingga orang tua seharusnya memahami bahasanya.
3. Visi Pendidikan. Untuk membentuk karakter anak perlu arah yang tepat, karena karakter itu menyangkut mind, body, dan soul. Ada 3 instrumen yang dibutuhkan:
3.1.Orang Tua. Sosok orang tua adalah teladan bagi anaknya. Bila ingin anak tidak menonton televisi, maka orang tua juga tidak melihat tivi. Orang tua harus melatih baik-baik agar menjadi anak yang diinginkan. Ingat, mengajarkan anak tersebut tanpa bentakan ya, Bu…
3.2.Konsisten. Bila ingin anaknya selalu buang sampah di tong sampah, maka orang tua harus mengajarkan melalui perilaku dengan konsisten buang sampah di tong sampah. Konsisten penting ya, jangan tergantung mood ibu, kalau tanggal muda si ibu buang sampah di tempatnya karena lagi hepi, kalau hari tua ibu buang sembarangan karena lagi bĂȘte. Kalau anaknya lihat, ya dikiranya kalau buang sampah itu boleh di tong dan boleh sembarangan. Untuk mengajarkan suatu hal ke anak, jangan dengan perintah. Misal: “Cepat bereskan mainannya!” Yang ada, anak malah menolak beresin mainan.
3.3.Gagasan Hidup. Orang tua memang tiada yang sempurna. Maka perlu tokoh lain yang inspiratif, seperti nabi, dll. Orang tua wajib membelikan buku bacaan berkualitas bagi anaknya, sehingga anak tahu ada sosok inspiratif yang patut dicontohnya. Kalau ingin anak menjadi “orang besar” maka berilah informasi sosok-sosok “orang besar” pula. Anak akan mencerna sendiri buku tersebut karena setiap anak itu cerdas.
Sesi Tanya Jawab:
1. Bagaimana dengan CD Interaktif (games maupun cerita)?
Anak usia 0-6 tahun adalah masa perkembangan fisiologi dan memahami dunia. Perlu memprioritaskan :
1.a. Habit Training dengan mendekati alam. Maka tidak boleh memaksa anak pada usia tersebut memiliki agenda khusus untuk duduk di meja belajar. Anak usia tersebut lebih baik berkenalan dengan alam karena alam memberi pelajaran yang baik.
1.b. Habit of Attention adalah landasan intelektual agar anak selalu fokus. Dengan cara mengurangi paparan alat elektronik, terutama TV yang mengandung radiasi sehingga merusak protein pada anak, jadi membuat mata rusak. Gerakan statis di tivi umumnya hanya mentok 3 detik. Maka, ketika anak lebih terbiasa menonton televisi cenderung tidak suka membaca. Karena membaca membutuhkan banyak element di tubuh anak. Melalui buku, anak belajar berimajinasi dan kemampuan verbalnya. Beda dengan tivi, yang membuat fokus anak semakin pendek, sehingga tivi tidak baik bagi anak.
Untuk CD interaktif, disarankan diminimalisir saja, karena lebih baik memberikan buku kepada anak. Kalau bisa jangan memberikan CD interaktif, kecuali bila si anak meminta. Bila anak minta, maka orang tua harus menjaganya agar tidak terlalu lama di depan Komputer.
2. Anak usia berapa yang tepat untuk memulai pendidikan karakter?
Lebih baik sejak di dalam kandungan. Maka, selama mengandung ada baiknya diajak bicara. Orang tua harus tahu benih-benih tidak fokus pada anak. Bila anak cepat bosan dengan satu mainan, itu tandanya anak kurang memiliki fokus. Baiknya buat sudut pandang baru terhadap mainan anak. Misal: anak tengah bermain kotak kayu. Terus bosan. Orang tua harus menciptakan imajinasi, dengan membuat kotak kayu itu seperti pesawat, “Lihat nih, bisa terbang lho.” Semakin lama anak bertahan bermain pada satu mainan, semakin bagus kemampuan fokusnya. Rata-rata satu mainan mencapai 10-15 menit itu sudah sangat bagus. Hal ini berpengaruh pula saat belajar. Misal: lebih baik mengajarkan menulis 1 huruf (huruf A misalnya) tetapi lama, daripada membuat puluhan huruf A banyak di atas kertas tapi mletat-mletot.
Untuk mendidik sikap patuh pada ortu di benak anak, orang tua tidak harusnya berbuat semena-mena, tetapi dengan memupuk respek di anak kepada ortu agar berhasil. Caranya: jangan dengan kalimat perintah, tetapi lebih ke kalimat ajakan. Lakukan secara konsisten, sehingga otomatis anak punya moralitas mana yang baik dengan mana yang buruk.
Pendidikan karakter harusnya sejak dini dengan supply ide bagus, melalui buku bagus, lukisan bagus, musik bagus, dll. Jangan memberikan iming-iming agar anak bersikap baik. Jangan juga menghentikan sikap anak yang banyak bertanya. Justru ortu harus menumbuhkan sikap want to know anak.
3. Bagaimana dengan orang tua yang mengkursuskan anaknya?
Apapun pelajarannya, untuk anak-anak yang ingin belajar harus dilakukan secara fun. Anak lebih cepat menyerap pelajaran bahasa melalui telinga daripada tulisan, para orang tua bisa mendatangi kebun binatang terus bilang “elephant” sambil nunjuk gajah. Pada masa anak memang lebih berkembang dengan otak kanannya, sehingga lebih tertarik pada gambar daripada tulisan.Terus kapan anak siap belajar dan menulis? Saat 2 otak anak sudah berintegrasi. Biasanya anak bisa baris berbaris, bisa berdiri 1 kaki dengan mata tertutup, bisa mengetahui huruf yang ditulis oleh jari di punggungnya. Sebenarnya anak boleh dikursuskan, tapi tetap memberikan ruang anak untuk belajar dengan alam, bermain dengan teman sebaya, bereksperimen, belajar tugas rumah tangga, dll. Satu hal penting, setiap orang tua bisa menjadi pendidik anaknya, tetapi banyak yang merasa tidak percaya diri. So, harus jadi ortu yang PD ya.
4. Living books yang baik itu gimana?
Ortu juga harus banyak baca untuk tahu buku terbaik bagi anaknya. Parameternya: biasanya buku yang kurang baik adalah yang komersil disertai merchandise.
5. Bagaimana dengan anak yang bilingual di rumah?
Boleh, asal dilakukan dengan konsisten sehari-hari, jadi bukan dengan menghafal/kognitif.
6. Anak saya 3 tahun tapi pengen baca dan nulis, gimana ya?
Tidak masalah, kalau anaknya yang mau. Tapi jangan terlalu formal (duduk sekian lama di meja belajar).
7. Bagaimana menulis untuk buku anak?
Baca yang banyak ya karena anak pasti tertarik dengan cerita naratif.
8. Bagaimana Komunitas Home Schooling di Semarang?
Sudah ada, hanya masih perlu konsolidasi lanjut. Setiap ortu harus mantap terlebih dahulu. Ceritakan kepada anak plus minus Home Schooling jadi anak punya bayangan.
9. Bagaimana ajar anak untuk menurut?
Setiap anak punya impulsif yang susah ditahan. Bila tak ingin anaknya makan permen, maka jangan ada permen di rumah. Lakukan berupa aksi nyata, jangan hanya bicara.
10. Saya suka bilang ke anak saya saat tidur, “Jadi anak sholeh ya” karena katanya anak akan menyerap hal tersebut, bagaimana pendapat Ibu?
Karakter anak yang baik akan menghasilkan anak yang baik, apapun profesi mereka kelak. Karakter itu lebih penting daripada perilaku karena karakter itu di dalam sementara perilaku hanya terlihat diluar. Sugesti boleh tetapi jangan dipaksakan sehingga membuat anak yang ingin A, tetapi karena ibunya terus kasih sugesti B, maka anak menjadi B.
11. Bagaimana menghadapi anak yang menangis terus?
Biarkan anak menangis keras karena menangis itu adalah ekspresi. Maka, cari sebabnya untuk menghentikan tangisan.
12. Pendidikan yang baik itu gimana?
Bermain itu belajar. Yang penting, jangan diam kalau anak salah. Tetapi ortu bukan pihak penghukum, tetapi asisten yang membantu anak.
13. Bagaimana anak yang ingin bertanya soal sesksual?
Kenali dini kepada anak tetapi jelaskan hanya bila anak bertanya. Jangan disertai gambar lho ya… bahaya… penjelasannya lebih ke pengetahuan, sebutkan alat-alatnya dengan nama yang benar. Kalau menjawab pertanyaan seksual anak juga secukupnya dan batasi infonya.
Berikut ada tambahan dari beberapa teman IIDN-Semarang:
Uniek Kaswarganti : Ada yang dikemukakan mb Ellen yg terngiang-ngiang, MIND-BODY & SOUL yang semuanya ini tercakup dalam pendidikan karakter. Jadi anak dididik untuk bisa berpikir rumit, jauh ke depan, namun tetap bisa juga melakukan hal2 yg sederhana. Dengan demikian anak diharapkan bisa memuliakan Tuhannya dan mensejahterakan masyarakatnya.
Hidayah Sulistyowati : Yup, pendidikan karakter anak sangat penting. Karena mendidik anak menjadi pribadi yang suka menolong, menghargai teman, hormat pada orang yang lebih tua. Anak dengan karakter baik tentu akan lebih mudah pula meraih cita-cita seperti yang diinginkan si anak. Misal, dia ingin jadi dokter tentu akan jadi dokter yang berkarakter baik. Jadi artis? so jadi artis yang berkepribadian baik, begitu seterusnya. Jadi, pendidikan karakter akan membentuk anak menjadi pribadi yang tangguh kala bersosialisasi dengan lingkungannya dan bisa memuliakan orang tuanya dengan ketrampilan yang dimiliki si anak.
wuri : hope this education will be useful when Allah give me and husband a best gift from heaven, aamiin...
Futu-futu :
yuhuuu...aq ikut komen ih hehehe.... makasih utk tulisannya ya mb Wuri
ReplyDeletesama-sama ^_^
ReplyDeletepinjem kata2nya dikit ya mbak buat promo buku :D
ReplyDeletemonggo....
ReplyDelete