Saat ini lagi happening soal lowongan CPNS yang baru saja dibuka. Apalagi jadi PNS itu ibarat kembang desa yang direbutin banyak kumbang-haus-sama-cewek-mirip-barbie. Jujur, saya dulu juga pernah ikut tes ini-itu walo kerap berujung pada kata DITOLAK, hiks. Waktu itu, setiap mendapatkan info CPNS, rasanya mirip mau ketemu Brad Pitt, sluuuurp, super-exciting!
Tapi dari penolakan pahit itu, saya jadi sadar kalau passion diri ini adalah menulis. And... voila! Sekarang saya pun serius jadi penulis lepas. Walaupun ada juga teman penulis yang berstatus PNS *sodorin dua jempol bau terasi. Akhirnya, saya mendata 5 hal yang bakal kurindukan-dari-status-penulis-lepas kalau terjerumus dalam lubang PNS *piss.
TIGA. Enggak perlu berangkat ke kantor. Jadi penulis membuat saya bisa bekerja di gua semutdengan catatan jika muat ya, bisa juga di atas awan tapi kalau ada bts-nya, hingga di samping perapian (baca: kompor menyala). Efeknya, saya sampai lupa hari karena enggak mengenal tanggal merah, atau lupa rasanya jadi peserta upacara, eh.
Cuma kadang bingung setiap ditanya, "Kerja di mana?"
"Eee... ee... di manaaa... di manaaa... di mana..."
SATU. Jam kerja tidak ketat. Pas pertama-tama sih, cenderung santai setiap melihat kerjaan. Eh, waktu dekat deadline baru deh grabag-grubug. Akhirnya sadar kalau perlu manajemen waktu antara kapan menulis, kapan nguleg sambel, sampai kapan hang out sama baju-lusuh-minta-disetrika. Tapi, harus siap sama deadline yang terkadang datang tak diundang, pulangnya minta dibayarin ojek. Gggrrr!
LIMA. Bisa ngintil jalan-jalan. Nah, saya terkadang ikut kalau Mas ada liputan di luar kota. Lumayan. Sekalian refreshing. Yang penting saya masih bisa kirim kerjaan tulisan tepat waktu. Pernah loh, saya menulis di salah satu taman di kota Pekalongan, juga di salah satu masjid di Yogyakarta, de-el-el, sembari menemani Mas liputan di pinggir jalan. So, harus terbiasa menulis di tempat baru hingga bonus ditemani dengan klakson truk. Tet-teeet!
DUA. Kerja sambil pakai daster bolong-bolong. Kantor mana coba yang menerima karyawan datang ke kantor pakai kostum belel? Berhubung kerjanya di rumah sambil angkat satu kaki, ups, saya bebas mau menulis sambil pake baju apa. Dari mulai daster, baju batik sepuluh ribuan, sampai baju bau bawang. Nah, pas Mas mau sampai rumah, baru deh ganti gaun ala-ala Cinderella #pencitraan.
EMPAT. Jadi nyonya rumah yang baik. Kalau musim liburan, para saudara plus ponakan saya hobi berkunjung (baca: cari hotel gratis, hehe) ke rumah saya. Selama ini saya masih bisa menemani mereka liburan di dalam rumah. Walau saya harus meninggalkan dan kencan sama naskah pada waktu tertentu. Pun masih bisa mengantarkan mereka keliling kota, tanpa lupa bawa gadget untuk curi-curi waktu menulis. Bukan sok eksis nulis sih, tapi bisa digetok seseorang-nun-jauh-di-sana-kalau-enggak-setor-tulisan, hihihi.
Emang ya, masing-masing pekerjaan punya plus dan minusnya. Tergantung setiap orang itu sendiri yang memilih lalu bekerja. Yang penting, kerjaan halal, dapat duit, makan terjamin, bobok nyaman, sampai masih bisa cari barang diskonan, eh. Lagi mikir nih, enaknya kirim surat lamaran CPNS enggak ya? Kalau dilamar Mas sih udah pernah, dulu *toyor boneka dashboard.
I FEEL FREE, hihihi
Tapi dari penolakan pahit itu, saya jadi sadar kalau passion diri ini adalah menulis. And... voila! Sekarang saya pun serius jadi penulis lepas. Walaupun ada juga teman penulis yang berstatus PNS *sodorin dua jempol bau terasi. Akhirnya, saya mendata 5 hal yang bakal kurindukan-dari-status-penulis-lepas kalau terjerumus dalam lubang PNS *piss.
TIGA. Enggak perlu berangkat ke kantor. Jadi penulis membuat saya bisa bekerja di gua semut
Cuma kadang bingung setiap ditanya, "Kerja di mana?"
"Eee... ee... di manaaa... di manaaa... di mana..."
SATU. Jam kerja tidak ketat. Pas pertama-tama sih, cenderung santai setiap melihat kerjaan. Eh, waktu dekat deadline baru deh grabag-grubug. Akhirnya sadar kalau perlu manajemen waktu antara kapan menulis, kapan nguleg sambel, sampai kapan hang out sama baju-lusuh-minta-disetrika. Tapi, harus siap sama deadline yang terkadang datang tak diundang, pulangnya minta dibayarin ojek. Gggrrr!
LIMA. Bisa ngintil jalan-jalan. Nah, saya terkadang ikut kalau Mas ada liputan di luar kota. Lumayan. Sekalian refreshing. Yang penting saya masih bisa kirim kerjaan tulisan tepat waktu. Pernah loh, saya menulis di salah satu taman di kota Pekalongan, juga di salah satu masjid di Yogyakarta, de-el-el, sembari menemani Mas liputan di pinggir jalan. So, harus terbiasa menulis di tempat baru hingga bonus ditemani dengan klakson truk. Tet-teeet!
DUA. Kerja sambil pakai daster bolong-bolong. Kantor mana coba yang menerima karyawan datang ke kantor pakai kostum belel? Berhubung kerjanya di rumah sambil angkat satu kaki, ups, saya bebas mau menulis sambil pake baju apa. Dari mulai daster, baju batik sepuluh ribuan, sampai baju bau bawang. Nah, pas Mas mau sampai rumah, baru deh ganti gaun ala-ala Cinderella #pencitraan.
EMPAT. Jadi nyonya rumah yang baik. Kalau musim liburan, para saudara plus ponakan saya hobi berkunjung (baca: cari hotel gratis, hehe) ke rumah saya. Selama ini saya masih bisa menemani mereka liburan di dalam rumah. Walau saya harus meninggalkan dan kencan sama naskah pada waktu tertentu. Pun masih bisa mengantarkan mereka keliling kota, tanpa lupa bawa gadget untuk curi-curi waktu menulis. Bukan sok eksis nulis sih, tapi bisa digetok seseorang-nun-jauh-di-sana-kalau-enggak-setor-tulisan, hihihi.
Emang ya, masing-masing pekerjaan punya plus dan minusnya. Tergantung setiap orang itu sendiri yang memilih lalu bekerja. Yang penting, kerjaan halal, dapat duit, makan terjamin, bobok nyaman, sampai masih bisa cari barang diskonan, eh. Lagi mikir nih, enaknya kirim surat lamaran CPNS enggak ya? Kalau dilamar Mas sih udah pernah, dulu *toyor boneka dashboard.
So, apapun pekerjaannya, diri sendiri lah yang paling tahu mana yang terbaik, karena dia sendiri yang akan menjalaninya kelak.
SETUJAH?
I FEEL FREE, hihihi